Opini : Ibarat Melihara Anak Harimau, Ancaman Fasha untuk Para Ketua Partai
Nurul Fahmy |
Disadari atau tidak, ancaman ini berlaku juga bagi Ketua DPD Partai Gerindra Jambi Sutan Adil Hendra dan Ketua DPW PPP sekalipun. Dua partai terakhir ini disebut-sebut juga akan memberi rekomendasi ke Fasha sebagai bakal calon Gubernur Jambi 2020.
Bukan tidak mungkin, rekomendasi pengurus pusat partai (DPP) ke pria kelahiran Palembang, Sumatera Selatan ini, justru akan mengikis eksistensi para ketua partai itu di jajaran pengurus daerah atau wilayah. Meskipun misalnya Fasha tidak berhasil menjadi Gubernur Jambi dalam konstestasi kali ini. Kemungkinan akan lebih buruk lagi bagi mereka, kalau, misalnya, bekas ketua harian DPD 1 Partai Golkar Provinsi Jambi ini lolos menjadi gubernur. Rekomendasi ini menjadi semacam tiket masuk bagi Fasha untuk lebih dalam menanamkan hegemoninya ke pengurus partai politik di berbagai tingkatan itu.
Kita tentu saja ingat, bagaimana jejak langkah Fasha dalam tubuh Partai Golkar Jambi sejak dari pengurus organisasi sayap (AMPG) hingga menjadi ketua harian. Meski dia akhirnya memilih untuk tidak ikut-ikutan dalam bursa pencalonan ketua DPD 1 Partai Golkar Provinsi Jambi belum lama ini.
Potensi itu, potensi Fasha untuk menggerus, bahkan menggulung eksistensi ketua partai yang mendukungnya sangat besar. Ini tentu saja mengingat kapasitas pemilik sejumlah perusahaan konstruksi, hotel, perkebunan, alat berat dan perkebunan yang tergabung dalam Persada Grup ini bersama segala prestasi dan kelebihannya.
Dengan kekayaan sebesar Rp67.512.770.7262 milyar, (enam puluh tujuh milyar lima ratus dua belas juta lebih, cuy), berdasar LHKPN 2020 ini, apa yang tidak bisa dilakukan seorang Syarif Fasha kalau hanya untuk sekedar merebut posisi ketua partai di daerah? Apalagi setelah pintu masuk ke partai itu terbuka? Apalagi setelah dia, misalnya, menjadi gubernur?
Selain modal finansial dan infrastruktur, sosok Fasha tentu saja akan kian populer dan massif masuk ke dalam relung-relung bawah sadar para pengurus partai lainnya. Saat itu, bisa dibilang, semua sudah berada dalam genggamannya. Dan surga kuasa sudah di depan matanya.
Pertanyaannya, seberapa penting bagi Fasha untuk menjadi ketua partai dalam karir politiknya ke depan? Oooh, Syarif Fasha tentu saja tidak mau cuma sekedar jadi gubernur satu periode. Seperti umumnya, dia tentu mau menjabat dua periode. Ia, setidaknya, tampak berambisi, laiknya penguasa, menjadi lebih berkuasa lagi, di tingkat nasional tentunya, entah menjadi anggota DPR, menteri, dan bahkan presiden. Kekuasaan itu juga candu. Situasinya ibarat kita sedang meminum air lautan.
Seperti kita tahu, sejak reformasi, tidak ada Gubernur Jambi yang tidak memiliki posisi tertinggi di partainya. Semua adalah ketua. Termasuk Fachrori Umar sekalipun, yang menjadi Ketua Dewan Penasehat DPW NasDem Provinsi Jambi. Meski dalam periode pendek sejak menjadi kader NasDem, Fachrori belum mampu menanamkan hegemoninya ke para pengurus partai lainnya. Tapi Fasha jelas beda. Dia bukan Bang Puk.
Di tingkat provinsi, jabatan ketua partai tentu penting untuk dia menjaga kekuasaannya di eksekutif dan legislatif. Sebagai modal untuk dia maju kembali dalam pilgub Jambi di periode berikutnya. Ongkosnya, ongkos pencalonan dirinya dalam pilgub yang akan datang, tentu jauh akan lebih murah ketimbang dia misalnya hanya menjadi tamu di partai politik, seperti hari ini.
Di Partai NasDem, tampak mudah bagi Fasha untuk mendongkel posisi Agus Roni sebagai ketua, apabila musda dilakukan. Di luar itu, di luar partainya, Agus S Roni bukan siapa-siapa. Dia tak memegang jabatan apa-apa, baik di legislatif maupun eksekutif. Dia bahkan beberapa kali gagal mencalonkan diri menjadi anggota DPR. Posisinya akan lemah kalau Fasha jadi gubernur.
Di Partai Gerindra, gawe Fasha bisa dibilang akan lebih ringan lagi. Di partai ini tampaknya tak ada muswil atau musyawarah daerah. Semua bisa main tunjuk saja. Dia tak perlu bekerja keras melakukan lobi kebanyak ketua cabang di Jambi ini. Dia cukup datang ke Hambalang. Meyakini Ketua Umum Gerindra yang sejak berdiri belum pernah mau diganti itu. Ketua PPP Jambi tentu saja bisa bernasib sama.
Lantas bagaimanana langkah para ketua itu agar partainya tetap dapat ikut terlibat aktif dalam konstestasi ini, tanpa harus mengundang resiko bagi posisinya? Tentu saja para ketua partai itu lebih paham cara kerja ini. Saya yakin, mereka lebih dulu tahu bahwa dukung-mendukung bacagub ini, sebenarnya, ibaratnya, memelihara anak harimau.
Oleh : Nurul Fahmy